Sejarah Kemerdekaan Indonesia
A. Sejarah Indonesia Sebelum Kemerdekaan
1.
Persiapan kemerdekaan
Pemerintahan Jepang di
Indonesia berakhir setelah Jepang kalah dari tentara sekutu di Perang Dunia II.
Dua kota di Jepang yaitu Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom oleh tentara
sekutu. Setelah mendengar adanya kekalahan Jepang, dibentuklah BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu
Junbi Cosakai yang diketuai oleh
Radjiman Widyodiningrat. Nama BPUPKI diganti menjadi PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Inkai untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan
bangsa Indonesia untuk merdeka.
Soekarno, Hatta selaku
pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI
diterbangkan ke Dalat, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang
sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Namun pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat
radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah
bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan
yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke
tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera
memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai
tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada
Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti
dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di
Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi
kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan
dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno
mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan
karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah
badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan
‘hadiah’ dari Jepang. Setelah mendengar Jepang menyerah pada tanggal 14 Agustus
1945, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka
tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Soekarno
dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke rumah Laksamana Muda Maeda, di Jalan
Medan Merdeka Utara. Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat
atas keberhasilan mereka di Dalat.
Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera
mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada
pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna
membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi
Kemerdekaan. Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan
kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa
golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena
Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah
terjadiperistiwa Rengasdengklok.
1.
Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda pejuang,
termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana berdiskusi denganIbrahim dan
pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama
Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa
Soekarno (bersamaFatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke
Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh
Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah
dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.
Di Jakarta, golongan
muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjomelakukan
perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia di Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad
Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan
para pemuda untuk tidak terburu – buru memproklamasikan kemerdekaan.
Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah
masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di
Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka
tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum
perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh
Indonesia.
Perundingan antara golongan muda dan golongan
tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul
02.00 – 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana
Tadashi Maeda jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah
Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi
ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik,
Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks
proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa
Indonesia.
Teks Proklamasi
Indonesia itu diketik oleh Sayuti melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di
kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo,Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara
dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan
disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah
dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil
walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan
pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu
ditunjuklah Latief Hendraningrat,
seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul
dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih),
yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera
pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
Setelah upacara
selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Peloporyang dipimpin S. Brata datang
terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari
Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi,
namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.
Pada tanggal 18
Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil
keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar
negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan
demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk
Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas
usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan
wakil presiden Republik Indonesia yang pertama.
“B. Sejarah Indonesia Sesudah Merdeka”
1.
Konflik Indonesia dan Belanda
Atas nama bangsa Indonesia Proklamasi
Kemerdekaan telah dikumandangkan oleh Bung Karno didampingi oleh Bung Hatta
pada tanggal 17 Agustus 1945. Satu langkah maju sudah ada pada genggaman bangsa
Indonesia melalui Proklamasi kemerdekaan tersebut. Sebagai negara yang baru
memproklamasikan kemerdekaan, Indonesia mendapat simpati dari bangsa-bangsa di
dunia. Hal ini tampak dari adanya pengakuan negara lain terhadap Proklamasi 17
Agustus 1945. Sebagai sebuah negara merdeka, maka pada tanggal 18 Agustus 1945
ditetapkan Undang-Undang Dasar (UUD 1945) dan pemilihan Presiden yaitu Bung
Karno dan Bung Hatta sebagai Wakil Presiden.
Semula rakyat Indonesia menyambut dengan
senang hati kedatangan Sekutu, karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan
tetapi, setelah diketahui bahwa Netherlands Indies Civil Administration (NICA)
di bawah pimpinan Van der Plass dan Van Mook ikut di dalamnya,sikap rakyat
Indonesia menjadi curiga dan bermusuhan. NICA adalah organisasi yang
didirkanorang-orang Belanda yang melarikan diri ke Australiasetelah Belanda
menyerah pada Jepang. Organisasi ini semula didirikan dan berpusat di
Australia.
Keadaan bertambah buruk karena NICA
mempersenjatai kembali KNIL setelah dilepas Oleh Sekutu dari tawanan Jepang.
Adanya keinginan Belanda berkuasa di Indonesia menimbulkan pertentangan, bahkan
diman-mana terjadi pertempuran melawan NICA dan Sekutu. Tugas yang diemban oleh
Sekutu yang dalam hal ini dilakukan oleh Allied Forces Netherlands East Indies
(AFNEI) ternyata memiliki agenda yang terselubung. Kedatangan pasukan Sekutu
justru diboncengi oleh NICA yang tidak lain adalah orang-orang Belanda yang
ketika Jepang dating melarikan diri ke Australia dan membentuk kekuatan di
sana. Mereka memiliki keinginan untuk menghidupkan kembali Hindia Belanda.
Dengan demikian sikap Indonesia yang semula menerima kedatangan Sekutu menjadi
penuh kecurigaan dan kemudian berkembang menjadi permusuhan.
1.
Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya
Peristiwa di Surabaya itu merupakan rangkaian
peristiwa yang dimulai sejak kedatangan pasukan Sekutu dengan bendera AFNEI di
Jawa Timur. Khusus untuk Surabaya, Sekutu menempatkan Brigade 49, yaitu bagian
dari divisi ke-23 Sekutu. Brigade 49 dipimpin Brigjen A.W.S. Mallaby yang
mendarat 25 Oktober 1945. Pada mulanya pemerintah Jawa Timur enggan menerima
kedatangan Sekutu. Kemudian dibuat kesepakatan antara Gubernur Jawa Timur
R.M.T.A.
Suryo dengan Brigjen A.W.S. Mallaby.
Kesepakatan itu adalah sebagai berikut.
1) Inggris
berjanji tidak mengikutsertakan angkatan perang Belanda
2) Menjalin
kerja sama kedua pihak untuk menciptakan kemanan dan ketentraman
3) Akan dibentuk
kontrak biro
4) Inggris akan
melucuti senjata Jepang
Dengan kesepakatan itu, Inggris diperkenankan
memasuki kota Surabaya. Ternyata pihak Inggris ingkar janji. Itu terlihat dari
penyerbuan penjara Kalisosok 26 Oktober 1945. Inggris menduduki pangkalan udara
Tanjung Perak tanggal 27 Oktober 1945, serta menyebarkan pamflet yang berisi
perintah agar rakyat Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan senjatasenjata mereka.
Kontrak senjata antar Sekutu dan rakyat Surabaya sudah terjadi sejak 27 Oktober
1945. Karena terjadi kontak senjata yang dikhawatirkan meluas, Presiden
Soekarno dan Wakil
Presiden Moh. Hatta mengadakan perundingan.
Kedua belah pihak merumuskan hasil perundingan sebagai berikut.
1) Surat-surat
selebaran/pamflet dianggap tidak berlaku
2) Serikat
mengakui keberadaan TKR dan Polisi Indonesia
3) Seluruh kota
Surabaya tidak lagi dijaga oleh Serikat, sedangkan kampkamp tawanan dijaga
bersama-sama Serikat dan TKR
4) Tanjung Perak
dijaga bersama TKR, Serikat, dan Polisi Indonesia
Walaupun sudah terjadi perundingan, akan
tetapi di berbagai tempat di kota Surabaya tetap terjadi bentrok senjata antara
Serikat dan rakyat Surabaya yang bersenjata. Pertempuran seru terjadi di Gedung
Bank Internatio di Jembatan Merah. Gedung itu dikepung oleh para pemuda yang
menuntut agar pasukan A.W.S. Mallaby menyerah. Tuntutan para pemuda itu ditolak
pasukan Serikat. Karena begitu gencarnya pertempuran di sana, akibatnya terjadi
kejadian fatal, yaitu meninggalnya A.W.S. Mallany tertusuk bayonet dan bambu
runcing.
Peristiwa ini terjadi tanggal 30 Oktober 1945.
Dengan meninggalnya A.W.S. Mallaby, pihak Inggris memperingatkan rakyat
Surabaya dan meminta pertanggungjawaban. Mereka mengancam agar rakyat Surabaya
menyerah dan akan dihancurkan apabila tidak mengindahkan seruan itu. Ultimatum
Inggris bermakna ancaman balas dendam atas pembunuhan A.W.S. Mallaby disertai
perintah melapor ke tempat-tempat yang ditentukan. Disamping itu, pemuda
bersenjata harus menyerahkan senjatanya. Ultimatum Inggris itu secara resmi
ditolak rakyat Surabaya melalui pernyataan Gubernur Soerjo. Karena penolakan
itu, pertempuran tidak terhindarkan lagi, maka pecahlah pertempuran pada
tanggal 10 November 1945.
Sekutu mengerahkan pasukan infantri dengan
senjata-senjata berat. Peristiwa heroik ini berlangsung hampir tiga minggu.
Dalam pertempuran tersebut, melalui siaran radio, Bung Tomo membakar semangat
arek-arek Suroboyo. Pertempuran yang memakan korban banyak dari pihak bangsa
Indonesia ini diperingati sebagai Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November. Peringatan
itu merupakan komitmen bangsa Indonesia yang berupa penghargaan terhadap
kepahlawanan rakyat Surabaya sekaligus mencerminkan tekad perjuangan seluruh
bangsa Indonesia.
1.
Pertempuran Ambarawa
Pertempuran ini berlangsung tanggal 20
November sampai dengan 15 Desember 1945 antara TKR dan pasukan Inggris.
Peristiwa itu berawal dari kedatangan tentara sekutu di Semarang tanggal 20
Oktober 1945. Tujuan semula pasukan itu adalah mengurus tawanan perang. Akan
tetapi, ternyata mereka diboncengi oleh NICA yang kemudian mempersenjatai para
tawanan.
Di Ambarawa tanggal 20 Oktober 1945 pecahlah
pertempuran antara TKR yang dipimpin Mayor Sumarto dengan tentara Serikat.
Dalam pertempuran itu gugur Letkol Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Dengan
gugurnya Kolonel Isdiman, komando pasukan diambil alih oleh Letnan Kolonel
Sudirman yang saat itu menjabat sebagi panglima divisi Banyumas. Pasukan
Serikat menggunakan para tawanan Jepang yang telah dipersenjatai untuk ikut
bertempur. Mereka juga mengerahkan tank dan senjata berat lainnya.
Pada tanggal 12 Desember 1945, pasukan
Indonesia melancarkan serangan serentak. Setelah bertempur selama empat hari,
akhirnya pasukan Indonesia berhasil mengusir tentara Serikat dari Ambarawa dan
memukul mundur mereka sampai Semarang.
III. Medan Area
Mr. Teuku M. Hassan yang telah diangkat
menjadi gubernur mulai membenahi daerahnya. Tugas pertama yang dilakukan
Gubernur Sumatera ini adalah menegakkan kedaulatan dan membentuk Komite
Nasional Indonesia untuk wilayah Sumatera. Oleh karena itu, mulai dilakukan
pembersihan terhadap tentara Jepang dengan melucuti senjata dan menduduki
gedung-gedung pemerintah. Pada tanggal 9 Oktober 1945, di Medan mendarat
pasukan Serikat yang diboncengi oleh NICA. Para Pemuda Indonesia dan Barisan
Pemuda segera membentuk TKR di Medan. Pertempuran pertama pecah tanggal 13
Oktober 1945 ketika lencana merah putih diinjak-injak oleh tamu di sebuah
hotel. Para pemuda kemudian menyerbu hotel tersebut sehingga mengakibatkan 96
korban luka-luka. Para korban ternyata sebagian orang-orang NICA. Bentrokan
antar Serikat dan rakyat menjalar ke seluruh kota Medan. Peristiwa kepahlawanan
ini kemudian dikenal sebagai pertempuran “Medan Area”.
1.
Bandung Lautan Api
Istilah Bandung Lautan Api menunjukkan
terbakarnya kota Bandung sebelah selatan akibat politik bumi hangus yang
diterapkan TKR. Peristiwa itu terjadi tanggal 23 Maret 1946 setelah ada
ultimatum perintah pengosongan Bandung oleh Sekutu. Seperti di kota-kota
lainnya, di Bandung juga terjadi pelucutan senjata terhadap Jepang. Di pihak
lain, tentara Serikat menghendaki agar persenjataan yang telah dikuasai rakyat
Indonesia diserahkan kepada mereka. Para pejuang akhirnya meninggalkan Bandung,
tetapi terlebih dahulu membumihanguskan kota Bandung. Peristiwa tragis ini
kemudian dikenal sebagai peristiwa Bandung Lautan Api.
2.
Tragedi Nasional (Masa Orde Lama)
Tragedi nasional adalah suatu rangkaian
peristiwa yang menimpa bangsa Indonesia. Tragedi ini tentu membawa akibat yang
sangat merugikan dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Peristiwa-demi peristiwa
terjadi pada bangsa Indonesia sekaligus merupakan ancaman, tantangan dan
hambatan. Peristiwa-peristiwa tersebut sangat mengganggu upaya menata kembali
bangsa Indonesia setelah mencapai kemerdekaan.
1.
Pemberontakan PKI Madiun 1948
Peristiwa Madiun tidak dapat dipisahkan dari
pembentukn Fron Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948. FDR adalah
kumpulan beberapa partai seperti partai Sosialis, Pesindo, partaiBuruh, PKI dan
Sobsi. Peristiwa Madiun itu diawali dari kota Solo yang dilakukan oleh para
pengikut Muso dan Amir SyarifuddinPada tahun 1948 Muso kembali dari Rusia.
Sekembalinya itu Musobergabung dengan Partai Komunis Indonesia. Ajaranyang
diberikan pada para anggota PKI adalah mengadu domba kesatuan nasional
denganmenyebarkan teror. . Pada tanggal 18 September 1948 di Madiun tokoh-tokoh
PKI memproklamirkan berdirinya Republik Soviet Indonesia. Orang-orang yang
dianggap musuh politiknya dibunuh oleh PKI.
Dengan terjadinya peristiwa Madiun tersebut,
pemerintah dengan segera mengambil tindakan tegas. Pemberontakan Madiun itu
dapat diatasi setelah pemerintah mengangkat Gubernur Militer Kolonel Subroto
yang wilayahnya meliputi Semarang, Pati dan Madiun. Walaupun dalam
menghancurkan kekuatan PKI dalam peristiwa Madiun menelan banyak korban, namun
tindakan itu demi mempertahankan Kemerdekaan yang kita miliki. Ketika Belanda
melakukan agresi terhadap Republik Indonesia, PKI justru menikam dari belakang
dengan melaukan pemberontakan yang sekaligus dapat merepotkan pemerintah
Republik.
1.
Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan)
Salah seorang yang juga menjadi dalang dalam
pemberontakan Andi Aziz adalah Dr. Chr. R.S. Soumokil datang ke Ambon. Ketika
itu Soumokil menjabat sebagai Jaksa Agung Negara Bagian Indonesia Timut (NIT).
Dia mempengaruhi pada anggota KNIL agar membentuk Republik Maluku Selatan
(RMS). RMS kemudian diproklamasikan pada tanggal 25 April 1950. Pemerintah
berusaha mengakhiri teror yang dilakukan oleh gerombolan RMS terhadap rakyat
Maluku Tengah. Walaupun sudah dilakukan upaya damai, namun RMS tetap melakukan
terror terhadap rakyat.
Pemerintah kemudian mengambil jalan dengan
mengerahkan pasukan untuk meredam pemberontakan tersebut. Pada 14 Juli 1950
pasukan dari APRIS mulai mendarat di Maluku. Pada bulan Desember 1950 seluruh
Maluku Tengah dapat dikuasai oleh APRIS. Para pemberontak melarikan diri ke
pulau Seram. Pada tanggal 2 Desember 1953 Somoukil dapat ditangkap dan dalam
Mahkamah Militer Luar Biasa dia dijatuhi hukuman dengan pidana mati.
III. Gerakan 30 September 1965 (G.30 S / PKI)
Sebagai fakta sejarah setiap orang Indonesia
tidak akan melupakannya, bahwa di negara ini pernah terjadi peristiwa di tahun
1965 yang dikenal dengan nama Gerakan 30 September yang didalangi oleh Partai
Komunis Indonesia (G30 S/PKI) . Pada dini hari 1 Oktober 1965 mereka membunuh
enam perwira tinggi dan seorang perwira pertama Angkatan Darat. Kesemuanya
dibawa ke Desa Lubang Buaya sebelah Selatan pangkalan Udara Utama Halim
Perdanakusuma. Mereka itu adalah:
1.
Menteri/Panglima
Angkatan Darat (Men/Pangad) Letnan Jenderal Ahmad yani
2.
Deputy II Men/Pangad,
Mayor Jenderal R.Soeprapto
3.
Deputy III Men/Pangad,
Mayor Jenderal Harjono Mas Tirtodarmo
4.
Asisten I Men/Pangad,
Mayor Jenderal Siswodo Parman
5.
Asisten IV Men/Pangad
Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan
6.
Inspektur
Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Soetojo
Siswomihardjo.
7.
Letnan Satu Pierre
Andrean Tendean
Peristiwa G 30 S/PKI ternyata menjadi pemicu
aksi protes terhadap kepemimpinan Soekarno, bahkan dituduhkan bahwa Soekarno
ada di balik peristiwa tersebut. Aksi-aksi tuntutan penyelesaian yang
seadil-adilnya terhadap pelaku G 30 S/PKI semakin meningkat. Gerakan tersebut
dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda, mahasiswa dan pelajar KAMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia). Aksi mogok demonstrasi mulai dilaksanakan pada tanggal 10
Januari 1966 di halaman Universitas Indonesia.
Di samping itu juga mereka melakukan aksi
corat-coret serta tempelantempelan pada kendaraan-kendaraan bermotor yang
antara lain berbunyi mengecam kepemimpinan Soekarno dan PKI. Mereka bertekad
akan terus mogok sampai tuntutan mereka terpenuhi. Khususnya
kendaraan-kendaraan ABRI diberi jalan dan disambut dengan meriah “hidup ABRI”.
Peranan Amerika nampaknya besar di balik peristiwa ini, sebagai introspeksi
diri bahwa semua ini terjadi karena kondisi politik di dalam negeri tidak
stabil. Dari aksi para mahasiswa tersebut menghasilkan sebuah keputusan politik
bersama yang dikenal dengan nama Tri Tura (Tiga Tuntutan Rakyat) yang isinya:
1.
Bubarkan PKI dan
ormas-ormasnya yang bernaung dibawahnya
2.
Bersihkan Kabinet
Dwikora dari unsur-unsur G 30 S/PKI
3.
Turunkan
harga/perbaikan ekonomi
Untuk menjawab tuntutan tersebut maka Kabinet
Dwikora mengadakan sidangnya di Istana Negara pada hari Jumat tanggal 11 Maret
1966 yang dipimpin oleh Soekarno. Sidang dimulai pukul 09.00, semua menteri
nampak semua hadir, kecuali Menteri Panglima Angkatan Darat, Letnan Jenderal
Soeharto karena sakit flu.
Presiden Sukarno mendapat laporan bahwa di
luar istana terdapat pasukan liar dengan kekuatan satu kompi mengepung istana.
Ia langsung berhenti memimpin sidang, kemudian berangkat ke Istana Bogor.
Sidang kemudian dilanjutkan oleh Dr. Leimena untuk kemudian ditutup sehingga
dapat dikatakan sidang ini gagal. Melihat kejadian ini maka Mayjen Basuki
Rachmat, Brigjen Amir Mahmud dan Brigjen M.Yusuf segera melaporkan situasi yang
terjadi di Istana kepada Letjen Soeharto. Ketiga perwira itu juga meminta ijin
kepada Menteri/Pangad untuk menemui Presiden Soekarno di Bogor guna melaporkan
situasi sebenarnya di Jakarta.
Sore hari ketiga perwira itu menghadap
Presiden yang didampingi oleh Dr. Soebandrio, Dr. Chairul Saleh dan Dr.
Leimena, sementara itu ke Bogor disusul oleh ajudan Presiden Brigadir Jenderal
M.Sabur. Ketiga perwira ini mencoba menyakinkan presiden bahwa satu-satunya
orang yang dapat menguasai siatuasi dewasa ini ialah Letjen Soeharto. Maka
diajukan saran agar Presiden memberikan wewenang kepada Letjen Soeharto
mengambil langkah-langkah pengamanan dan penertiban keadaan.
Dan setelah mengadakan pembicaraan dan
pembahasan yang cukup mendalam akhirnya Presiden Soekarno pada tanggal 11 Maret
1966 memberikan surat perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto, surat mini
dikenal dengan nama Supersemar. Secara umum Supersemar mempunyai arti penting,
di antaranya:
1.
Keluarnya Supersemar
merupakan tonggak baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena dalam
periodisasi sejarah Indonesia mulai dikenal Orde Baru.
2.
Dengan Supersemar
menyebabkan Letnan Jenderal Soeharto mengambil tindakan yang dianggap perlu
untuk menjamin keamanan dan ketertiban serta kestabilan jalannya pemerintahan
dan revolusi Indonesia serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan
Presiden demi keutuhan bangsa dan Negara Republik Indonesia.
3.
Berlandaskan
Supersemar Letnan Jenderal
Soeharto harus mengambil langkah-langkah yang
penting dan memberi arah baru kepada perjalanan hidup bangsa dan negara.
2.
SEJARAH PROKLAMASI NEGARA INDONESIA
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota HiroshimaJepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh
dunia.
Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua
dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan
sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan ke Dalat, 250 km di
sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi.
Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah
kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan
kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah
Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam,
mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan
segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat
dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian
Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian,
saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat,Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan
karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang,
Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi
kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat
berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara danAngkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang
telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu.
Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda
mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan
terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan
dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat
PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan
kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol no. 1.Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Keesokan harinya Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol no. 1.Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Keesokan harinya Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian,
gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin
memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16
Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak
muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, Para
pemuda pejuang termasuk Chaerul saleh, Sukarni, Wikana, Shodanco Singgih dan
pemuda lainnya membawa soekarno, beserta fatmawati dan Guntur yang baru berusia
9 bulan dan hatta ke rengasdengklok yang kemudian dikenal dengan peristiwa
rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar
Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh jepang. Di sini, mereka
kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah
siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda,
Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo
menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka
diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo keRengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Dan Mr. Ahmad Soebardjo berhasil
meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu – buru memproklamasikan kemerdekaan.
Malam harinya,
Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, Lalu bertemu dengan Mayor Jenderal Otoshi Nishimura,
Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang. Nishimura
mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945telah diterima
perintah dari Tokio bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan
proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal
Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan
menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido,
ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Setelah dari rumah Nishimura,
Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi.
Penyusunan teks
Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan
oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro dan Sayuti Melik. Konsep
teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Dan Sukarni mengusulkan agar
yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
atas nama bangsa Indonesia.
Setelah konsep selesai
disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin
ketik milik Mayor Dr. Hermann Kandeler (dari kantor perwakilan AL Jerman). Dan
pembacaan proklamasi dilakukan dikediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).
Pagi harinya, 17
Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56telah
hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara
dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan
disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah
dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan oleh seorang prajurit PETA yaitu Latief Hendraningrat dibantu oleh Soehoed dan seorang pemudi membawa nampan berisi
bendera Merah Putih . Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera
pusaka tersebut masih disimpan di Museum TuguMonumenNasional.
Pada tanggal 18
Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil
keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar
negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan
demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk
Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas
usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan
wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden
akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional
3.
KRONOLOGI PERUMUSAN PANCASILA DASAR FILSAFAT NEGARA, PEMBUKAAN
DAN PASAL-PASAL UUD 1945
·
Pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI)
(BPUPKI) beranggotakan sebanyak 63 orang,
dengan ketua dr. Rajiman Wedyiningrat dan wakil ketua Icibangase dari Negara
Jepang. Sekretarisnya adalah R.P. Soeroso. Anggota (BPUPKI) resmi diumukan pada
tanggal 28 April 1945 dan upacaranya dilaksanakan di Gedung Cuo Sangi In di
Pejambon Jakarta (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri).
·
Masa Persidangan Pertama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Masa persidangan pertama kali yang
diselenggarakan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) yaitu dimulai pada tanggal 29 Meti 1945 sampai 1 Juni 1945.
Dalam persidangan BPUPKI membahas tentang dasar-dasar Negara untuk bisa bangsa
Indonesia merdeka, bebagai pendapat telah dikemukakan. Berikut Pedapat yang di
sampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo dan Ir. Soekarno dalam sidang
BPUPKI:
1.
Mr.Mohammad Yamin
Menyampaikan pendapatnya pada tanggal 29 Mei
1945 dengan judul “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” yang
berintikan sebagai berikut :
1.
Peri kebangsaan
2.
Peri kemanusiaan
3.
Peri ketuhanan
4.
Peri kerakyatan
5.
Kesejahteraan rakyat
2.
Mr. Supomo
Menyampaikan pendapatnya pada tanggal 31 Mei
1945 tentang masalah-masalh yang berhubungan dengan dasar-dasar Negara Republik
Indonesia merdeka, yang berdasarkan atas beberapa hal dan diberi nama
Pancasila, dan kemudian pada tanggal 1 Juni diperingatilah sebagai hari
lahirnya Istilah Pancasila, Berikut beberapa hal yang disampaikan oleh Mr.
Supomo :
1.
Persatuan
2.
Kekeluargaan
3.
Keseimbangan lahir dan batin
4.
Musyawarah
5.
Keadilan sosial
3.
Ir. Soekarno
Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno
mengucapkan pidatonya di hadapan sidang hari ketiga Badan Penyelidik. Dalam
pidato itu dikemukakan/diusulkan juga lima hal untuk menjadi dasar-dasar Negara
Merdeka yang perumusan serta sistematikanya sebagai berikut :
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhan yang berkebudayaan
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhan yang berkebudayaan
·
Masa Persidangan kedua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Setelah masa persidangan pertama BPUPKI pada
tanggal 29 Mei–1 Juni 1945 berakhir, namun belum juga mendapatkan atau belum
terbentuk juga rumusan dasar Negara Indonesia merdeka, maka BPUPKI akhirnya
membentuk panitia untuk menampung aspirasi tentang pembentukan atau rumusan
dasar Negara Indonesia merdeka yang beranggotakan 9 orang, diantaranya adalah
Ir. Sukarno (ketua), Abdulkahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Abdul Wachid
Hasyim, Mr. Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Subarjo, Abikusno Cokrosuryo, dan
A. A. Maramis. Pada akhirnya panitia 9 itu berhasil merumuskan dasar Negara
Indonesia merdeka pada tanggal 22 Juni 1945 dan rumusan itu diberi nama Piagam
Jakarta atau Jakarta Charter oleh Mr. Moh. Yamin.
Pada tanggal 10-16 Juli 1945, BPUPKI
melangsungkan persidangan yang kedua untuk membahas rancangan UUD dan
dibentuklah panitia perancangan UUD yang pimpin oleh Ir. Soekarno. Kemudian
panitia tersebut membentuk sebuah kelompok kecil yang beranggotakan 7 orang
dengan ketua Mr. SUpomo dengan 6 anggotanya yaitu : Wongsonegoro, Ahmad
Subarjo, Singgih, H. Agus Salim, dan Sukiman. Setelah hasil didapat dan sudah
disempurnakan oleh penghalus bahasa kemudian hasil perumusan UUD tersebut
disampaikanlah atau dilaporkan oleh Ir.Soekarno di sidang BPUPKI pada tanggal
14 Juli 1945 yang berisikan 3 hal pokok yaitu, pernyataan Indonesia merdeka,
pembukaan undang-undang dasar, dan undang-undang dasar (batang tubuh). Pada
tanggal 15-16 Juli 1945 diadakan kembali sidang untuk menyusun undan-undang
dasar yang berdasarkan hasil kerja panitia sembilan, kemudian pada tanggal 17
Juli 1945 dilaporkanlah hasil kerja penyusunan undang-undang dasar dan akhirnya
laporan tersebut diterima sidang pleno BPUPKI.
·
Pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Negara Republik
Indonesia
Pada tanggal 07 Agustus 1945 Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dibubarkan oleh Jepang,
kemudian Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) untuk
menindaklanjuti hasil kerja BPUPKI. PPKI dibentuk dengan anggota sebanyak 21
orang yang diketuai atau dipimpin oleh Ir. Soekarno, namun pada tanggal 18
Agustus 1945 pimpinan atau ketua PPKI Ir. Soekarno menambahkan anggota untuk
menindaklanjuti hasil kerja BPUPKI yaitu sebanyak 6 orang, sehingga total
anggota dari panitia PPKI ini adalah 27 orang, yaitu diantaranya Ketua Ir.
Soekarno, wakilnya Drs. Moh. Hatta, dan penasihatnya Ahmad Subarjo. Adapun
anggotanya adalah Mr. Supomo, dr. Rajiman Wedyodiningrat, R.P. Suroso,
Sutardjo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata,
Suryohamijoyo, Abdul Kadir, Puruboyo, Yap Tjwan Bing, Latuharhary, Dr. Amir,
Abdul Abbas, Teuku Moh. Hasan, Hamdani, Sam Ratulangi, Andi Pangeran, I Gusti
Ktut Pudja, Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Kasman Singodimejo, Sayuti
Melik, dan Iwa Kusumasumantri.
·
Proses Penetapan Dasar Negara dan Konstitusi Negara Indonesia
Sidang pertama kali PPKI dilaksanakan pada
tanggal 18 Agustus 1945 dengan pembahasan konstitusi Negara Indonesia yaitu,
Presiden dan Wakil Presiden Negara Indonesia beserta lembaga-lembaga yang
dibentuk untuk membantu tugas Presiden Indonesia. Namun, sebelum sidang
dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri
untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”… dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.Tokoh-tokoh Islam yang
membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid
Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. Dan pada akhirnya para tokoh PPKI mendapatkan
hasil dengan menghilangkan kalimat tersebut dengan untuk tidak mengutamakan
kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi dan golongan,
begitulah semangat rasa nasionalisme dan jiwa besar yang ditunjukkan oleh para
tokok PPKI.
·
Perbedaan dan
Kesepakatan yang Muncul dalam Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI)
Pada tanggal 18 Agustus 1945 sidang pertama
PPKI rancangan UUD hasil kerja dari BPUPKI dibahas kembali, Pada sidang
pembahasan itu terdapat 2 usul perubahan yang diberikan oleh kelompok Muh.
Hatta, 2 usul tersebut berisikan seperti dibawah ini :
1) Usul yang pertama, berkaitaan dengan
sila perta yang semulanya berbunyi “”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi ”Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
2) Usul yang kedua, ab II UUD Pasal 6
yang semula berbunyi ”Presiden ialah orang Indonesia yang beragama Islam”
diubah menjadi ”Presiden ialah orang Indonesia asli”.
Dan akhirnya 2 usulan yang disampaikan oleh
Muh, Hatta diterima dan disahkan oleh PPKI sebagai UUD Negara Indonesia (UUD
1945) yang di umumkan dalam berita Republik Indonesia pada tahun ke-2 No. 7
Tahun 1946 pada halaman 45-48.
·
Sistematika Undang-undang dasar 1945 (UUD 1945) itu terdiri atas
3 hal, yaitu :
1)
Pembukaan (mukadimah) UUD 1945 terdiri atas empat alinea. Pada Alenia ke-4 UUD
1945 tercantum Pancasila sebagai dasar negara yang berbunyi sebagai berikut:
Pancasila
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.
Persatuan Indonesia.
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2)
Batang tubuh UUD 1945 terdiri atas 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan,
dan 2 ayat aturan tambahan.
3)
Penjelasan UUD 1945 terdiri atas penjelasan umum dan penjelasan pasal demi
pasal.
Rumusan Dasar Negara Pancasila yang tercantum
dalam pembukaan UUD 1945 inilah yang sah dan benar, karena disamping mempunyai
kedudukan Konstitusional juga disahkan oleh suatu Badan yang mewakili seluruh
bangsa Indonesia (PPKI) yang berarti disepakati oleh seluruh rakyat Indonesia.